DOA YANG PALING UTAMA

Anas bin Malik berkata: Ada seseorang yang bertanya kepada Nabi shalla-llahu ‘alaihi wa sallam, ‘Apakah doa yang paling utama itu?’ Beliaupun menjawab, “Engkau meminta kepada Allah maaf dan kesehatan di dunia dan akhirat. Bila engkau diberi-Nya semua itu, maka sungguh engkau telah beruntung.” (Riwayat Hannad bin as-Sariy dalam Kitab az-Zuhd, juz 1 hadits no. 446)

Kehidupan sehari-hari kita dipenuhi dengan doa dan permohonan, entah disadari atau tidak. Sehari semalam kita mengucapkan ihdina ash-shirath al-mustaqim (tunjukkan kami ke jalan yang lurus), minimal 17 kali dalam shalat wajib. Di luar shalat, ada banyak lagi doa-doa: sebelum makan, mau naik kendaraan, hendak tidur, saat bercermin, akan masuk kamar kecil, memulai aktifitas, dan lain sebagianya.

Jika memang demikian banyak doa yang dapat kita panjatkan sepanjang hidup, adakah permohonan paling utama yang layak diajukan? Ya, hadits yang kita kutip di awal tulisan ini menunjukkan secara gamblang apa isi dari doa yang paling utama itu: dimaafkan atas segala kesalahan dan diberi anugerah kesehatan.

Kita memohon maaf kepada Allah berhubung karakter kemanusiaan kita yang sering salah dan lupa. Acapkali dosa seperti datang begitu saja tanpa tersadari, dan beberapa saat kemudian kita baru ingat telah terjerumus dalam pelanggaran. Misalnya, dalam kesempatan berbincang dengan seorang sahabat, entah darimana bermula tiba-tiba kita terseret untuk menggunjing (ngrasani atau ghibah) seseorang yang tidak hadir saat itu.

Bisa jadi pula, kita yang tidak lagi mengingat pernah melakukan dosa seperti ini, juga tidak pernah menyesalinya. Maka, dengan doa, kita mohon kepada Allah agar dimaafkan dan diampuni. Sebab, kita sendiri bahkan tidak bisa mengingat lagi dosa-dosa itu. Inilah kelalaian yang harus dimohonkan maaf. Inilah keteledoran yang mesti dimintakan toleransi.

Ada juga dosa-dosa yang kita torehkan tanpa sengaja, atau di luar kehendak dan kuasa kita. Terlebih-lebih dewasa ini, betapa banyak wanita yang memamerkan auratnya secara terang-terangan. Entah dengan pakaian yang ketat, membentuk tubuh, terbuka, terlalu tipis atau minim disana-sini. Ingat, dalam situasi yang terkesan “normal” begini, bukankah banyak dari kita yang sudah kebal dan merasa biasa-biasa saja?

Kita tidak pernah lagi terkejut menyaksikan rambut wanita-wanita non-muhrim yang dibuka tanpa penutup, atau betisnya yang terpampang, juga leher dan dadanya yang dibiarkan setengah terbuka. Bukankah semua itu aurat wanita, yang berarti pula seharusnya tidak boleh dilihat? Jika ia haram ditampakkan, maka melihatnya juga haram. Dan, ini jelas dosa serta pelanggaran. Tetapi, bukankah kebanyakan kita sudah terbiasa dan tidak rikuh lagi? Maka, mohon maaflah kepada Allah atas dosa-dosa sejenis ini, yang nyaris tiada seorang pun dari kita mampu menghindarinya.

Jika para pria yang tanpa sengaja harus berdosa, karena di setiap penjuru pemandangan semacam itu hampir pasti ada, bagaimana lagi dengan para wanita yang secara terang-terangan membuka auratnya di muka umum? Apakah mereka tidak sangat butuh untuk memohon maaf dan ampunan Allah, karena telah menyeret sekian banyak orang ke dalam kubangan dosa?

Ini bukan kebencian kepada perempuan dan diskriminasi. Tetapi, sebagai muslim, lelaki atau perempuan, bukankah kita harus terus menjaga diri dari dosa? Jadi, menutup aurat adalah bagian dari upaya sadar untuk meraih kesucian diri, memurnikan iman dan memaksimalkan ketaatan. Demikian pula menjaga pandangan dan berhati-hati dalam pergaulan.

Baca juga:


Permohonan kedua yang layak kita panjatkan kepada Allah adalah meminta anugerah kesehatan, jasmani dan rohani. Ini jelas dan gamblang. Setiap orang mungkin memohon keberlimpahan rezeki, keluasan ilmu, kesuksesan dalam bisnis, dan lain sebagainya. Tidak masalah. Namun ingatlah, di saat rezeki dihamparkan, ilmu dicurahkan, bisnis mengalir lancar, tetapi apa yang terjadi jika karunia kesehatan dicabut dari diri kita?

Nyaris saja semua yang kita miliki tidak lagi berharga. Lihatlah, di bawah cobaan penyakit, kita bisa menjual apapun aset yang kita punya: kendaraan, tanah, rumah, perabot, perhiasan, pendeknya semua dan apa saja! Segala daya upaya yang mungkin akan kita tempuh untuk meraih kembali nikmat kesehatan, bahkan terkadang tanpa mengindahkan biayanya.

Kesehatan merupakan anugerah yang sangat berharga. Dengannya kita bisa maksimal beribadah, sebab segala jenis ketaatan yang ada sangat mungkin dicoba dan dijalankan. Dengannya pula sumberdaya kita akan terarah untuk kemaslahatan yang lebih luas, tidak hanya terfokus merawat diri sendiri. Dengannya kegagalan dapat kita sikapi dengan lebih tegar, karena kita masih diberi kesempatan untuk bangkit dan berjaya sekali lagi. Bahkan, nyaris saja kesempatan itu tak pernah tertutup selama kita masih sehat dan segar bugar.

Dari sisi lain, kedua perkara yang kita mohonkan kepada Allah menyingkap prinsip mawas diri, baik secara fisik maupun spiritual. Permohonan maaf mengajarkan kita untuk berhati-hati menjalani hidup, sadar untuk menjauhi dosa sekuat tenaga, memonitor batin kita sendiri agar senantiasa bersih dan murni. Sementara itu, permohonan kesehatan mengingatkan kita untuk merawat anugerah tubuh yang Allah berikan. Jangan merusaknya dengan makan sembarangan atau merokok, misalnya. Demikianlah, Rasulullah juga mengajarkan kita untuk meraih kesempurnaan hidup dengan mawas diri. Waspadai perusak spiritual, waspadai pula penghancur fisik. Wallahu a’lam. (M. Alimin Mukhtar)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

X